Pendahuluan
Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa di Indonesia, kita mengemudi di sisi kiri jalan, sementara jika Anda bepergian ke sebagian besar negara Eropa, Anda akan menemukan lalu lintas bergerak di sisi kanan? Perbedaan fundamental ini bukan sekadar kebetulan, melainkan hasil dari sejarah panjang yang melibatkan peperangan, penjajahan, kebiasaan sosial, dan bahkan evolusi desain kendaraan. Fenomena ini telah membentuk kebiasaan berkendara di seluruh dunia, membagi negara-negara menjadi dua kelompok besar: mereka yang menganut sistem lalu lintas kiri (Left-Hand Traffic/LHT) dan mereka yang menganut sistem lalu lintas kanan (Right-Hand Traffic/RHT).
Meskipun saat ini hanya sekitar 35% populasi dunia yang mengemudi di sisi kiri jalan, negara-negara ini mencakup wilayah geografis yang signifikan dan memiliki sejarah yang kaya di balik pilihan tersebut. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar, termasuk dalam kelompok LHT. Artikel ini akan menyelami lebih dalam alasan di balik perbedaan ini, menelusuri akar sejarahnya yang menarik, dan menjelaskan bagaimana Indonesia berakhir dengan tradisi mengemudi di sisi kiri jalan, berbeda dengan mayoritas negara di benua Eropa.
Sejarah Awal Lalu Lintas: Dari Kuda hingga Mobil
Untuk memahami mengapa ada perbedaan arah lalu lintas saat ini, kita harus kembali jauh ke masa sebelum mobil ditemukan. Sejak zaman kuno, orang-orang sudah bepergian di jalanan, baik dengan berjalan kaki, menunggang kuda, atau menggunakan kereta kuda. Kebiasaan untuk tetap berada di satu sisi jalan sudah ada sejak lama, dan banyak sejarawan percaya bahwa mayoritas orang cenderung berjalan di sisi kiri.
Salah satu teori yang paling banyak diterima adalah kaitaya dengan penggunaan pedang. Sebagian besar orang adalah pengguna tangan kanan. Para ksatria atau pejalan kaki yang bersenjata pedang cenderung membawa pedang mereka di pinggul kiri agar mudah dijangkau dengan tangan kanan. Jika mereka berjalan di sisi kiri jalan, pedang mereka akan berada di sisi yang berlawanan dengan orang yang berpapasan, mengurangi risiko pedang bergesekan atau bahkan bersentuhan. Selain itu, dengan berada di sisi kiri, tangan kanan mereka yang dominan bebas untuk membela diri dari serangan yang datang dari arah yang berlawanan. Bukti arkeologi dari sebuah tambang Romawi kuno di Swindon, Inggris, menunjukkan alur roda yang lebih dalam di sisi kiri jalan, mengindikasikan bahwa kereta-kereta lebih sering melaju di sisi kiri.
Di abad pertengahan, ketika perjalanan dengan kereta kuda menjadi lebih umum, pengemudi juga cenderung duduk di sisi kanan kereta untuk memudahkan mereka mengendalikan kuda-kuda dan mengukur jarak dengan lalu lintas yang berlawanan arah. Ini semakin memperkuat kebiasaan berkendara di sisi kiri jalan.
Revolusi Prancis dan Pergeseran ke Kanan
Pergeseran besar dalam kebiasaan lalu lintas dari kiri ke kanan sebagian besar berakar pada Revolusi Prancis dan sosok Napoleon Bonaparte. Sebelum revolusi, di Prancis lama dan beberapa negara Eropa laiya, kaum aristokrat cenderung mengemudi atau berkuda di sisi kiri jalan, memaksa rakyat jelata untuk berjalan di sisi kanan. Hal ini menunjukkan status sosial dan kekuasaan.
Namun, setelah Revolusi Prancis pada tahun 1789, terjadi sentimen anti-aristokrasi yang kuat. Untuk menunjukkan kesetaraan, semua orang, termasuk kaum bangsawan yang tersisa, didorong untuk berjalan di sisi kanan jalan. Napoleon Bonaparte, yang naik ke tampuk kekuasaan tak lama setelah revolusi, kemudian menginstitusionalisasi kebiasaan ini sebagai kebijakan resmi di Prancis dan menyebarkaya ke seluruh wilayah Eropa yang ditaklukkaya. Pasukaapoleon, saat berbaris, sering kali berjalan di sisi kanan jalan untuk memudahkan manuver dan logistik. Negara-negara yang berada di bawah pengaruh atau taklukan Prancis, seperti Belgia, Belanda, Luksemburg, Swiss, Jerman, Polandia, dan sebagian besar Spanyol dan Italia, secara bertahap beralih ke lalu lintas kanan.
Sebaliknya, negara-negara yang berhasil menahan invasi Napoleon, seperti Britania Raya, tidak terpengaruh oleh perubahan ini dan tetap mempertahankan tradisi berkendara di sisi kiri. Inilah titik awal divergensi yang signifikan antara sistem lalu lintas di Eropa.
Pengaruh Britania Raya: Penyebaran Setir Kiri ke Dunia
Britania Raya, sebagai sebuah negara kepulauan yang tidak pernah ditaklukkan oleh Napoleon, terus mempraktikkan sistem lalu lintas kiri. Seiring dengan meluasnya Kekaisaran Britania, tradisi mengemudi di sisi kiri ini diekspor ke berbagai wilayah jajahaya di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara yang pernah menjadi koloni atau protektorat Britania Raya saat ini masih mengemudi di sisi kiri jalan.
Contoh negara-negara ini termasuk India, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Pakistan, Malaysia, Singapura, Hong Kong, dan berbagai negara Karibia. Meskipun Amerika Serikat awalnya juga cenderung berkendara di sisi kiri (dipengaruhi oleh praktik Inggris), mereka beralih ke sisi kanan pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Pergeseran di AS ini sering dikaitkan dengan penggunaan gerobak barang besar yang ditarik oleh banyak kuda; pengemudi sering duduk di kuda belakang kiri untuk mengendalikan semua kuda dengan tangan kanan. Dengan begitu, mereka lebih mudah untuk menjaga lalu lintas yang berlawanan arah tetap di sisi kiri.
Pengaruh Britania dalam penyebaran sistem LHT sangat besar, menciptakan pola geografis yang jelas di mana negara-negara bekas jajahan Inggris seringkali menjadi benteng terakhir bagi sistem ini.
Kasus Indonesia: Warisan Kolonial Belanda (dan Sedikit Inggris)
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Mengapa kita mengemudi di sisi kiri, meskipuegara induk kolonial kita, Belanda, saat ini mengemudi di sisi kanan?
Jawabaya sedikit kompleks dan melibatkan jejak sejarah kolonial. Seperti yang telah dijelaskan, Belanda, di bawah pengaruh Napoleon, beralih dari lalu lintas kiri ke kanan pada awal abad ke-19. Namun, perubahan ini tidak selalu diterapkan secara seragam di seluruh wilayah jajahaya, termasuk Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Ada beberapa teori yang menjelaskan mengapa Indonesia tetap mempertahankan sistem lalu lintas kiri:
- Kekakuan Tradisi Kolonial Awal: Kebiasaan mengemudi di sisi kiri sudah mengakar kuat di Hindia Belanda sejak lama, kemungkinan besar mengikuti kebiasaan Eropa sebelum Napoleon, atau bahkan praktik lokal. Ketika Belanda sendiri beralih ke kanan, mungkin tidak ada dorongan yang kuat atau sumber daya yang cukup untuk memberlakukan perubahan serupa di koloninya yang jauh.
- Pengaruh Sementara Inggris: Antara tahun 1811 hingga 1816, Hindia Belanda sempat berada di bawah kendali Britania Raya, dipimpin oleh Stamford Raffles. Selama periode singkat ini, sistem lalu lintas kiri ala Inggris kemungkinan besar diperkuat atau diterapkan secara resmi, dan kebiasaan ini terus berlanjut bahkan setelah kekuasaan Belanda kembali.
- Konsistensi Regional: Indonesia juga dikelilingi oleh negara-negara lain di Asia Tenggara yang mengemudi di sisi kiri, seperti Malaysia dan Singapura (bekas jajahan Inggris). Menjaga konsistensi regional mungkin juga menjadi faktor yang mempertahankan sistem LHT di Indonesia.
Terlepas dari alasan pastinya, fakta bahwa Indonesia tetap menganut sistem lalu lintas kiri adalah bukti bagaimana sejarah dan warisan kolonial dapat memiliki dampak jangka panjang pada aspek kehidupan sehari-hari yang paling mendasar sekalipun.
Perbedaan Desain Kendaraan: Setir Kiri vs Setir Kanan
Perbedaan arah lalu lintas secara langsung mempengaruhi desain kendaraan, terutama posisi setir. Di negara-negara dengan lalu lintas kiri (LHT) seperti Indonesia, mobil memiliki setir di sisi kanan (Right-Hand Drive/RHD). Sebaliknya, di negara-negara dengan lalu lintas kanan (RHT) seperti kebanyakaegara Eropa, mobil memiliki setir di sisi kiri (Left-Hand Drive/LHD).
Alasan di balik penempatan setir ini adalah untuk memberikan pengemudi pandangan terbaik terhadap lalu lintas yang berlawanan arah, terutama saat ingin menyalip atau berbelok. Dengan setir di sisi yang berlawanan dari jalur lalu lintas, pengemudi memiliki visibilitas yang lebih baik untuk menilai jarak dan memastikan keselamatan. Misalnya, pengemudi mobil RHD di Indonesia memiliki pandangan yang jelas ke arah kanan untuk melihat kendaraan yang datang dari arah berlawanan saat akan menyalip.
Perbedaan ini menciptakan tantangan bagi produsen mobil global, yang harus memproduksi model yang sama dalam dua konfigurasi setir yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan pasar di seluruh dunia. Ini juga menjadi perhatian besar saat kendaraan diimpor dari satu negara ke negara lain dengan sistem lalu lintas yang berbeda, seringkali memerlukan modifikasi signifikan atau bahkan dilarang untuk alasan keselamatan.
Dampak Global dan Masa Depan Lalu Lintas
Hingga saat ini, sekitar 75 negara dan wilayah di dunia masih mengemudi di sisi kiri jalan, sementara sisanya mengemudi di sisi kanan. Perbedaan ini menciptakan tantangan logistik dan keselamatan di perbatasan antar negara yang memiliki sistem lalu lintas berbeda, seperti antara Thailand (LHT) dan Laos (RHT), atau antara Hong Kong (LHT) dan Tiongkok daratan (RHT). Di beberapa perbatasan ini, telah dibangun jembatan atau terowongan khusus yang dirancang untuk membantu kendaraan beralih sisi jalan secara aman.
Apakah ada kemungkinan dunia akan beralih ke satu sistem lalu lintas yang seragam di masa depan? Meskipun standarisasi mungkin tampak logis, biaya infrastruktur yang sangat besar untuk mengubah rambu jalan, marka jalan, konfigurasi persimpangan, dan bahkan kebiasaan pengemudi akan menjadi penghalang yang hampir tidak dapat diatasi. Sebagian besar negara merasa lebih praktis untuk tetap pada sistem yang ada.
Oleh karena itu, perbedaan antara mengemudi di sisi kiri dan kanan akan tetap menjadi salah satu ciri khas keberagaman budaya dan sejarah di seluruh dunia, menjadi pengingat akan masa lalu yang telah membentuk cara kita bergerak di jalanan saat ini.
Kesimpulan
Perbedaan antara Indonesia yang mengemudi di sisi kiri jalan dan mayoritas Eropa yang mengemudi di sisi kanan adalah cerminan dari jejak sejarah yang panjang dan kompleks. Dari kebiasaan para ksatria di zaman kuno, kebijakan militer Napoleon Bonaparte yang menyebarkan lalu lintas kanan, hingga dominasi maritim dan kolonial Kekaisaran Britania Raya yang mempertahankan dan menyebarkan lalu lintas kiri, setiap wilayah memiliki cerita uniknya sendiri.
Kasus Indonesia menjadi contoh nyata bagaimana warisan kolonial dan pengaruh lintas budaya dapat membentuk kebiasaan yang mengakar kuat. Meskipun Belanda, negara penjajahnya, beralih ke sistem lalu lintas kanan, Indonesia tetap mempertahankan sistem lalu lintas kiri, kemungkinan besar didukung oleh tradisi awal dan periode singkat kekuasaan Inggris. Lebih dari sekadar aturan jalan, perbedaan ini adalah pengingat akan bagaimana peristiwa masa lalu terus membentuk realitas kita hari ini, menambah kekayaan dan keragaman dunia otomotif dan perjalanan global.
DESKRIPSI SINGKAT: Mengapa Indonesia mengemudi di kiri sementara mayoritas Eropa di kanan? Telusuri sejarah unik di balik perbedaan arah lalu lintas global, dari era Napoleon hingga warisan kolonial yang membentuk kebiasaan berkendara.
FRASE: Indonesia Mengemudi Kiri Eropa Kanan